-->

Materi Kimia kls 10 Semester 2 K13 - Belajar agar Pintar

Haii GM team ketemu lagi bersama
Larutan elektrolit dan non elektrolit. Nah, tahukah kamu larutan apa saja yang termasuk larutan elektrolit? Serta larutan apa saja yang termasuk larutan non elektrolit? Kalau belum tahu, kita akan bahas di artikel ini. Simak ya!
A. Pengertian Larutan Elektrolit

Gambar di atas merupakan hasil pengujian daya hantar listrik terhadap:
(a) Larutan non elektrolit
(b) Larutan elektrolit lemah
(c) Larutan elektrolit kuat
Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik, memberikan gejala berupa menyalanya lampu pada alat uji atau timbulnya gelembung gas dalam larutan. Sedangkan larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik, sebabnya karena larutan tidak dapat menghasilkan ion-ion.
Contoh Larutan Elektrolit dan Non elektrolit

Kalau dilihat dari hasil pengujian larutan pada tabel di atas, kita bisa simpulkan bahwa larutan yang dapat menghantarkan arus listrik, yaitu larutan amonia, larutan HCl, larutan cuka, air aki, air laut, air kapur, dan larutan H2S. Adapun larutan yang tidak menghantarkan arus listrik, yaitu larutan urea, larutan alkohol dan larutan glukosa.
Sekarang, coba deh perhatikan lagi data larutan yang bersifat elektrolit. Ternyata, ada larutan elektrolit yang memberikan gejala berupa menyalanya lampu pada alat uji dan ada pula yang tidak. Tetapi, semuanya menimbulkan gejala hantaran listrik berupa adanya gelembung gas. Larutan elektrolit yang memberikan gejala berupa lampu menyala dan membentuk gelembung gas disebut elektrolit kuat. Contohnya yaitu HCl, air aki, air laut, dan air kapur.
Adapun elektrolit yang tidak memberikan gejala lampu menyala tetapi menimbulkan gelembung gas termasuk elektrolit lemah. Contohnya yaitu larutan amonia, larutan cuka,dan larutan H2S. Lalu, kalian tahu nggak mengapa larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik, sedangkan larutan nonelektrolit tidak?
Jadi, Larutan elektrolit kuat terbentuk dari terlarutnya senyawa elektrolit kuat dalam pelarut air. Senyawa elektrolit kuat dalam air dapat terurai sempurna membentuk ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Arus listrik merupakan arus elektron. Pada saat dilewatkan ke dalam larutan elektrolit kuat, elektron tersebut dapat dihantarkan melalui ion-ion dalam larutan, seperti dihantarkan oleh kabel. Akibatnya, lampu pada alat uji elektrolit akan menyala.
Okay, supaya lebih jelas, berikut ini contoh larutan elektrolit dan non elektrolit, secara umum:
Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang terdisosiasi sempurna dii dalam air sehingga dapat menghantarkan arus listrik denga kuat. pada saat uji nyala pada lampu akan menyala terang dan terdapat gelembung gas
Contoh => HCl, NaCl, HF, H2SO4 HNO3
→ larutan elektrolit lemah yaitu larutan yang terdisosiasi sebagian saja sehingga tidak dapat menghantarkan arus listrik dengan baik.
lampu menyala redup atau tidak menyala, terdapat gelembung gas
Contoh => H2S, CH3COOH, HCN
→ larutan non elektrolit yaitu larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik, Karna tidak memiliki ion.
contoh =» etanol, gula, urea, amoniak, sukrosa dan sebagainya
B. Redoks
Redoks adalah istilah yang menjelaskan berubahnya bilangan oksidasi (keadaan oksidasi) atom-atom dalam sebuah reaksi kimia.
Hal ini dapat berupa proses redoks yang sederhana seperti oksidasi karbon yang menghasilkan karbon dioksida, atau reduksi karbon oleh hidrogen menghasilkan metana (CH4), ataupun ia dapat berupa proses yang kompleks seperti oksidasi gula pada tubuh manusia melalui rentetan transfer elektron yang rumit.
Istilah redoks berasal dari dua konsep, yaitu reduksi dan oksidasi. Ia dapat dijelaskan dengan mudah sebagai berikut:
· Oksidasi menjelaskan pelepasan elektron oleh sebuah molekulatom, atau ion
· Reduksi menjelaskan penambahan elektron oleh sebuah molekulatom, atau ion.
Walaupun cukup tepat untuk digunakan dalam berbagai tujuan, penjelasan di atas tidaklah persis benar. Oksidasi dan reduksi tepatnya merujuk pada perubahan bilangan oksidasi karena transfer elektron yang sebenarnya tidak akan selalu terjadi. Sehingga oksidasi lebih baik didefinisikan sebagai peningkatan bilangan oksidasi, dan reduksi sebagai penurunan bilangan oksidasi. Dalam praktiknya, transfer elektron akan selalu mengubah bilangan oksidasi, namun terdapat banyak reaksi yang diklasifikasikan sebagai "redoks" walaupun tidak ada transfer elektron dalam reaksi tersebut (misalnya yang melibatkan ikatan kovalen).
Reaksi non-redoks yang tidak melibatkan perubahan muatan formal (formal charge) dikenal sebagai reaksi metatesis.
OKSIDATOR DAN REDUKTOR
Senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan untuk mengoksidasi senyawa lain dikatakan sebagai oksidatif dan dikenal sebagai oksidator atau agen pengoksidasi. Oksidator melepaskan elektron dari senyawa lain, sehingga dirinya sendiri tereduksi. Oleh karena ia "menerima" elektron, ia juga disebut sebagai penerima elektron. Oksidator bisanya adalah senyawa-senyawa yang memiliki unsur-unsur dengan bilangan oksidasi yang tinggi (seperti H2O2MnO−4CrO3, Cr2O2−7OsO4) atau senyawa-senyawa yang sangat elektronegatif, sehingga dapat mendapatkan satu atau dua elektron yang lebih dengan mengoksidasi sebuah senyawa (misalnya oksigenfluorinklorin, dan bromin).
Senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan untuk mereduksi senyawa lain dikatakan sebagai reduktif dan dikenal sebagai reduktor atau agen pereduksi. Reduktor melepaskan elektronnya ke senyawa lain, sehingga ia sendiri teroksidasi. Oleh karena ia "mendonorkan" elektronnya, ia juga disebut sebagai penderma elektron. Senyawa-senyawa yang berupa reduktor sangat bervariasi. Unsur-unsur logam seperti Li, Na, Mg, Fe, Zn, dan Al dapat digunakan sebagai reduktor. Logam-logam ini akan memberikan elektronnya dengan mudah. Jenis reduktor lainnya adalah reagen transfer hidrida, misalnya NaBH4 dan LiAlH4), reagen-reagen ini digunakan dengan luas dalam kimia organik, terutama dalam reduksi senyawa-senyawa karbonil menjadi alkohol. Metode reduksi lainnya yang juga berguna melibatkan gas hidrogen (H2) dengan katalis paladiumplatinum, atau nikelReduksi katalitik ini utamanya digunakan pada reduksi ikatan rangkap dua ata tiga karbon-karbon.
Cara yang mudah untuk melihat proses redoks adalah, reduktor mentransfer elektronnya ke oksidator. Sehingga dalam reaksi, reduktor melepaskan elektron dan teroksidasi, dan oksidator mendapatkan elektron dan tereduksi. Pasangan oksidator dan reduktor yang terlibat dalam sebuah reaksi disebut sebagai pasangan redoks.
Penganalisaan masing-masing reaksi setengah akan menjadikan keseluruhan proses kimia lebih jelas. Karena tidak terdapat perbuahan total muatan selama reaksi redoks, jumlah elektron yang berlebihan pada reaksi oksidasi haruslah sama dengan jumlah yang dikonsumsi pada reaksi reduksi.
Unsur-unsur, bahkan dalam bentuk molekul, sering kali memiliki bilangan oksidasi nol. Pada reaksi di atas, hidrogen teroksidasi dari bilangan oksidasi 0 menjadi +1, sedangkan fluorin tereduksi dari bilangan oksidasi 0 menjadi -1.
Ketika reaksi oksidasi dan reduksi digabungkan, elektron-elektron yang terlibat akan saling mengurangi

C. Tata Nama Senyawa
Tata Nama Senyawa Sederhana
Setiap rumus kimia mempunyai nama dengan aturan-aturan yang telah ditentukan dan disebut tata nama senyawa. Dengan mengetahui rumus kimia, kita dapat menuliskan zat-zat yang bereaksi dan hasil reaksinya dalam suatu persamaan reaksi.
Tata nama sistematik dari senyawa kimia disusun dan diatur oleh IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry atau organisasi Internasional Kimia Murni dan Terapan). Penerapan tata nama senyawa kimia meliputi senyawa – senyawa biner, poliatomik, dan ionik
1. Tata Nama Senyawa Biner yang Terdiri dari Atom Logam dan Nonlogam
Suatu senyawa dapat tersusun atas dua atau lebih unsur kimia. Senyawa yang tersusun atas dua unsur kimia disebut senyawa biner. Berikut tata nama senyawa biner yang tersusun atas unsur logam dan nonlogam.
a. Nama senyawa kimia yang terdiri dari dua unsur (senyawa biner) menggunakan akhiran –ida.
b. Unsur logam (kation) disebutkan terlebih dahulu diikuti unsur nonlogam (anion).
c. Jumlah unsur yang menyusun senyawa tidak berpengaruh terhadap penamaan senyawa.
Contoh:
KCl = kalium klorida
NaCl = natrium klorida
MgI2 = magnesium iodida
MgO = magnesium oksida
Na2S = natrium sulfida
d. Jika kation berasal dari logam yang memiliki jumlah muatan lebih dari satu, maka dibelakang nama logam (dalam bahasa Indonesia) dituliskan muatan ion dalam kurung dengan tulisan Romawi dilanjutkan dengan nama nonlogam diberi akhiran –ida.
Contoh:
FeCl2 = besi (II) klorida
FeCl3 = besi (III) klorida
CuO = Tembaga (II) oksida
2. Tata Nama Senyawa Biner yang Terdiri dari Atom Nonlogam dan Nonlogam
Senyawa biner dari nonlogam dan nonlogam disebut dengan senyawa kovalen biner. Cara penamaan senyawa kovalen biner adalah sama seperti senyawa ion, yaitu diberi akhiran “ida”. Jika pasangan unsur hanya membentuk satu jenis senyawa, angka indeks (jumlah atom) tidak perlu disebutkan.
Contoh:
HCl = hidrogen klorida
Beberapa pasang unsur dapat pula membentuk lebih dari satu senyawa biner. Penamaan senyawa harus disebutkan jumlah atomnya dalam angka latin dengan indeks dalam bahasa Yunani, sebagai berikut:
B. TATA NAMA SENYAWA KOVALEN BINER
Tata nama senyawa kovalen biner adalah senyawa yang terbentuk dari dua unsur saja dalam ikatan kovalen.
Aturan dalam pemberian nama senyawa kovalen biner:
1)Penulisan unsur pada senyawa kovalen biner diurutkan berdasarkan urutan tertentu.
     B – Si – C – Sb – As – P – N – H – S – I – Br – Cl – O – F
     Contoh: H2O bukan OH2, NH3 bukan H3N
2) Penulisan nama kedua ditambahkan –ida dibelakangnya, dan nama unsur depan dan      belakang diberi angka indeks
Penulisan angka indeks 1 tidak dipakai pada nama depan, dan tidak wajib pada nama belakang.
Contoh:
CO = karbon monoksida
CO2 = karbon dioksida
N2O3 = dinitrogen trioksida
N2O5 = dinitrogen pentoksida
HBr = hidrogen bromida
HF = hidrogen fluorida
CS2 = karbon disulfida
C. TATA NAMA SENYAWA ION
Tata nama senyawa ion adalah pemberian nama pada senyawa yang terbentuk dalam ikatan kation dan anion (ion).
Aturan dalam pemberian nama senyawa ion:
1) Penulisan kation didahulukan dari anion, tanpa menggunakan angka indeks.
2) Perbandingan muatan kedua unsur yang membentuk senyawa harus netral.
3) Kation logam transisi yang memiliki lebih dari satu bilangan oksidasi (biloks) atau muatan diberi angka Romawi dalam kurung setelah nama umumnya.
Cara lain adalah dengan diberi akhiran o (muatan lebih rendah) dan akhiran i (muatan lebih tinggi) setelah nama Latinnya.
Beberapa jenis kation (ion positif). Ditulis menggunakan nama aslinya.
Beberapa jenis anion (ion negatif)
Ditulis menggunakan ketentuan tertentu

D. Tata Nama Senyawa Poliatomik
Senyawa poliatom dibentuk oleh lebih dari dua atom yang berbeda. Pada umumnya senyawa ini dibentuk oleh ion-ion poliatomik. Ion-ion poliatomik itu sendiri adalah ion-ion yang terdiri atas dua atom atau lebih yang terikat bersama, umumnya dijumpai tersusun atas unsur-unsur nonlogam.

Nama senyawa ion poliatomik adalah gabungan nama kation, nama anion dan angka indeks tidak disebutkan. Senyawa ion bersifat netral, jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatif.
Contoh:
NaClO = natrium hipoklorit
KMnO4 = kalium permanganat
CaCO3 = kalsium karbonat
KNO3 = kalium nitrat
E. TATA NAMA ASAM DAN BASA
Tata nama asam merupakan pemberian nama senyawa yang terbentuk karena senyawa berikatan dengan kation H+.
Aturan dalam pemberian nama asam:
1) Asam memiliki kation H+ dalam senyawanya, sehingga ditulis didepan.
2) Kation H+ biasanya tidak ditulis hidrogen, melainkan asam.
     Contoh:
     H2SO4 = asam sulfat
     HNO3 = asam nitrat
Tata nama basa merupakan pemberian nama senyawa yang terbentuk karena senyawa berikatan dengan anion OH-.
Aturan dalam pemberian nama basa:
1) Basa memiliki anion OH- dalam senyawanya, sehingga ditulis dibelakang.
2) Anion OH- ditulis sebagai hidroksida pada kata terakhir.
     Contoh:
     Mg(OH)2 = magnesium hidroksida
     Fe(OH)2 = besi (II) hidroksida
F. TATA NAMA SENYAWA ORGANIK
Tata nama senyawa organik adalah tata nama senyawa karbon dengan sifat tertentu, dan ditulis dengan nama lazim.
G. PERSAMAAN REAKSI
Kita mengenal perubahan fisika dan perubahan kimia. Perubahan fisika yaitu perubahan yang tidak menghasilkan zat baru sedangkan perubahan kimia menghasilkan zat baru. Perubahan kimia disebut juga reaksi kimia. Contoh perubahan kimia yang dapat diamati di lingkungan kita yaitu kayu dibakar menjadi arang dan besi berkarat.
Reaksi kimia dapat diamati karena adanya perubahan dari warna zat mula-mula. Selain perubahan warna, ada gejala lain yang menunjukkan terjadinya reaksi kimia, yaitu perubahan wujud, suhu, adanya gas, atau terbentuknya endapan.
Persamaan reaksi didefinisikan sebagai persamaan yang menyatakan kesetaraan jumlah zat-zat yang terlibat dalam reaksi kimia dengan menggunakan rumus kimia. Dalam reaksi kimia terdapat zat-zat pereaksi dan zat-zat hasil reaksi. Dalam menuliskan persamaan reaksi, rumus kimia pereaksi dituliskan di ruas kiri dan rumus kimia hasil reaksi dituliskan di ruas kanan. Antara kedua ruas itu dihubungkan dengan tanda panah ( → ) yang menyatakan arah reaksi kimia. Persamaan reaksi menunjukkan perubahan jenis dan jumlah atom-atom yang bereaksi, serta hasil reaksinya. Persamaan reaksi digunakan untuk mempersingkat penulisan bahasa sehari-hari untuk menjelaskan proses reaksi kimia.
Contoh:
Logam magnesium bereaksi dengan gas klorin membentuk magnesium klorida. Persamaan reaksinya adalah:
Magnesium + klorin → magnesium klorida, atau dapat dituliskan dengan rumus kimia menjadi:
Mg + Cl2 → MgCl2
Hal-hal yang digambarkan dalam persamaan reaksi adalah rumus kimia zat-zat pereaksi (reaktan) di sebelah kiri tanda panah dan zat-zat hasil reaksi (produk) di sebelah kanan tanda panah. Anak panah dibaca yang artinya “membentuk” atau “bereaksi menjadi”. Wujud atau keadaan zat-zat pereaksi dan hasil reaksi ada empat macam, yaitu gas (g), cairan (liquid atau l), zat padat (solid atau s) dan larutan (aqueous atau aq).
Bilangan yang mendahului rumus kimia zat-zat dalam persamaan reaksi disebut koefisien reaksi. Koefisien reaksi diberikan untuk menyetarakan atom-atom sebelum dan sesudah reaksi. Selain untuk menyetarakan persamaan reaksi, koefisien reaksi menyatakan perbandingan paling sederhana dari partikel zat yang terlibat dalam reaksi.
Misalnya, reaksi antara gas hidrogen dengan gas oksigen membentuk air sebagai berikut.
Pereaksi atau reaktan Hasil reaksi/produk
2H2(g)   +    O2(g)        →    2H2O(l)
↓↓ ↓
koefisien H2 = 2 koefisien O2 = 1 koefisien H2O = 2
PEREAKSI /REAKTAN                  HASIL/PRODUK
Berdasarkan persamaan reaksi di atas, berarti 2 molekul hidrogen bereaksi dengan 1 molekul oksigen membentuk 2 molekul H2O. Oleh karena itu sebaiknya dihindari koefisien pecahan karena dapat memberi pengertian seolah – olah partikel materi (atom atau molekul) dapat dipecah.
Ketentuan persamaan reaksi:
a. Jumlah atom-atom reaktan dan produk harus sama dan tidak boleh ada satu atom pun yang hilang.
b. Setelah rumus unsur/senyawa reaktan atau produk, ditulis wujud zat sewaktu reaksi.
-Jika berwujud padat ditulis (s) atau solid.
-Jika berwujud cair ditulis (l) atau liquid.
-Jika berwujud gas ditulis (g) atau gas.
-Jika berbentuk larutan ditulis (aq) atau aqueous.
Contoh:
Logam natrium bereaksi dengan air membentuk larutan natrium hidroksida dan gas hidrogen.
Na(s) + H2O(l) → NaOH(aq) + H2(g)
H. Penyetaraan Reaksi
Suatu persamaan reaksi dikatakan benar jika memenuhi hukum kimia, yaitu zat-zat yang terlibat dalam reaksi harus setara, baik jumlah zat maupun muatannya.
Banyak reaksi dapat disetarakan dengan jalan mencoba/menebak, akan tetapi sebagai permulaan dapat mengikuti langkah berikut:
1. Pilihlah satu rumus kimia yang paling rumit, tetapkan koefisiennya sama dengan 1.
2. Zat-zat yang lain tetapkan koefisien sementara dengan huruf.
3. Setarakan dahulu unsur yang terkait langsung dengan zat yang tadi diberi koefisien 1.
4. Setarakan unsur lainnya. Biasanya akan membantu jika atom O disetarakan paling akhir.
Suatu persamaan reaksi harus disetarakan agar sesuai dengan hukum kekekalan massa yang menyatakan bahwa: “dalam setiap reaksi kimia, jumlah massa zat – zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama”. Maka, tidak ada atom unsur yang terhilang atau tercipta setelah reaksi kimia berlangsung. Jadi, dalam reaksi kimia hanya terjadi penataulangan atom – atom pereaksi membentuk zat baru sebagai hasil reaksi. Sehingga, suatu persamaan reaksi memiliki jumlah atom yang sama pada sebelum dan sesudah reaksi.
Penyetaraan reaksi adalah menyamakan jumlah atom di kiri dan kanan persamaan reaksi, agar menemukan koefisien reaksi tersebut.
Contoh: Reaksi berikut belum setara
Ca(OH)2 (aq) + H3PO4 (aq)
d Ca3(PO4)2 (aq) + H2O(l)
Langkah dalam penyetaraan reaksi:
1. Tentukan atom-atom yang belum setara.
-Atom Ca belum setara,
-Atom P belum setara,
-Atom H belum setara,
-Atom O belum setara.
2. Setarakan atom dengan urutan kation, anion, hidrogen, lalu oksigen.Biasanya, oksigen akan otomatis setara setelah seluruh atom setara.
3. Selain itu, tetapkan salah satu zat apapun untuk memiliki koefisien tetap, dan yang lain memiliki koefisien sementara untuk mempermudah penyetaraan.
Hasil penyetaraan reaksi:
3 Ca(OH)2 (aq) + 2 H3PO4 (aq)
d Ca3(PO4)2 (aq) + 6 H2O(l)
Perbandingan koefisien reaksi diatas adalah 3 : 2 : 1 : 6, dengan total atom:
-Atom Ca telah setara (total 3),
-Atom P telah setara (total 2),
 -Atom H telah setara (total 12),
-Atom O telah setara (total 14).
D. Hukum Dasar Kimia
Pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai materi makalah rangkuman pengertian hukum dasar kimia dan pada kesempatan sebelumnya kita juga telah membahas tentang hidrolisis garam
Dalam mempelajari kimia, kita akan dipertemukan dengan istilah Stoikimetri yakni sebuah cabang ilmu kimia yang mempelajari hubungan kuantitatif dari komposisi zat – zat kimia dan reaksi – reaksinya.
Nah untuk kali ini membahas tentang hubungan kuantitatif unsur-unsur dalam senyawa dan pada persamaan reaksi kimia yang terdiri dari :
1. Hukum Lavoisier ( Hukum Kekekalan Massa ).
2. Hukum Proust ( Hukum Perbandingan Tetap).
3. Hukum Dalton ( Hukum Kelipatan Berganda ).
4. Hukum Gay-Lussac ( Hukum Perbandingan Volume ).
5. Hukum Avogadro ( Hukum Hipotesis ).
Berikut ini ialah penjelasan mengenai hukum – hukum dasar dari para ahli :

Hukum Dasar Kimia Menurut Para Ahli

1. Hukum Kekekalan Massa ( Hukum Lavoisier, 1743 – 1794 )

2. Antoine Laurent Lavoisier

Antoine Laurent Lavoisier berpendapat bahwa massa zat – zat sebelum dan sesudah reaksi yakni tetap. Contohnya yaitu jika kita mencampurkan atau mereaksikan hidrogen dengan massa 4 gram dan oksigen dengan massa 32 gram.
Maka akan menghasilkan hidrogen oksida dengan massa = massa hidrogen + massa oksigen ( 4 gram + 32 gram = 36 gram ).
Namun, untuk beberapa kasus seperti membakar kertas lalu menjadi abu. Bisa saja abu lebih ringan daripada kertas, sehingga reaksinya di hasilkan dari reaksi lainnya seperti abu dan gas CO² yang hilang terbawa angin.
Lalu pada tahun 1779,  Lavoisier melakukan uji coba penelitian dengan memanaskan 530 gram logam merkuri dalam sebuah wadah yang terhubung dengan udara di dalam silindernya dengan sebuah wadah tertutup.
Dan ternyata volume udara di dalam silinder berkurang sebanyak 1/5 bagian, sedangkan logam merkurinya berubah menjadi calx merkuri ( oksida merkuri ) dengan massa 572, 5 gram.
Atau terjadi kenaikan massa sebesar 42, 4 gram. Besaran kenaikan massa merkuri ini sebesar 42, 4 gram yakni sama dengan 1/5 bagian udara yang telah hilang yakni oksigen.
Massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap
Lalu kemudian Lavoiser mengambil sebuah kesimpulan yang dikenal dengan hukum kekekalan massa yakni :

” Massa zat – zat sebelum dan sesudah reaksi yakni tetap. “
2. Hukum Perbandingan Tetap ( Hukum Proust , 1754 – 1826 ) eph Louist Proust

Joseph Louist Proust  berpendapat bahwa perbandingan massa unsur – unsur penyusun sebuah senyawa selalu tetap. Contohnya ialah perbandingan massa hidrogen dengan oksigen yaitu 1 : 8.
Misalkan massa jenis hidrogen yaitu 4 gram. Maka massa oksigennya ialah 4 gram x 8 gram = 32 gram.
Tabel Hukum Perbandingan Tetap (Hukum Proust)
Dari tabel di atas terlihat, bahwa setiap 1 gram gas hidrogen bereaksi dengan 8 gram oksigen dan menghasilkan 9 gram air.
Hal ini membuktikan bahwa massa hidrogen dan massa oksigen yang terkandung di dalam air memiliki perbandingan yang tetap yaitu 1 : 8.
Berapapun banyaknya air yang terbentuk dari percobaan yang dilakukannya, Proust mengemukakan teorinya yang terkenal dengan sebutan hukum perbandingan tetap yang berbunyi :
” Perbandingan massa unsur – unsur dalam sebuah senyawa yakni tetap. 
3.Hukum Perbandingan Berganda ( Hukum Dalton , 1766 – 1844 ) Dalton

Dalton menyelidiki bahwa perbandingan massa unsur – unsur tersebut pada setiap senyawa dan mendapatkan sebuah pola keteraturan.
Pola tersebut di nyatakan sebagai hukum perbandingan berganda yang menegaskan bahwa kedua unsur yang dapat membentuk 2 senyawa atau lebih memiliki perbandingan komponen yang mudah dan sederhana.
Pada percobaan yang pertama 1, 33 gram oksigen di reaksikan dengan 1 gram karbon. Reaksi ini menghasilkan 2, 33 gram karbon monoksida.
Selanjutnya pada percobaan yang kedua massa oksigen di ubah menjadi 2, 66 gram sementara massa karbonnya tetap. Reaksi ini menghasilkan suatu senyawa yang berbeda, yakni karbon dioksida.
Hukum perbandingan berganda
Ternyata dengan massa oksigen yang sama perbandingan massa karbon dalam senyawa karbon monoksida dan karbon dioksida yakni bilangan bulat dan sederhana. Dalton mengemukakan teorinya yang terkenal dengan sebutan Hukum Perbandingan Berganda yang berbunyi :
” Jika 2 buah jenis unsur bergabung dan membentuk lebih dari 1 senyawa dan jika massa salah satu dari unsur di dalam senyawa tersebut sama, sedangkan massa unsur lainnya berbeda, maka perbandingan massa unsur lainnya dalam senyawa tersebut ialah bilangan bulat sederhana. “
4.Hukum Perbandingan Volume ( Hukum Gay-Lussac, 1808 ) Joseph Louis Gay Lussac

Pada tahun 1808, ilmuwan Prancis yang bernama Joseph Louis Gay Lussac berhasil melakukan uji percobaan tentang volume gas yang terlibat dari berbagai reaksi dengan menggunakan berbagai macam gas.
Dia menyimpulkan bahwa pada suhu dan tekanan yang sama, volume pada gas – gas yang bereaksi dan volume gas – gas hasil reaksi berbanding sebagai bilangan bulat sederhana. Dan juga dapat di rumuskan seperti berikut ini :
koefisien gas A / koefisien B = volume gas A / volume gas B
Percobaan tentang volume gas
Menurut Gay Lussac 2 volume gas hidrogen bereaksi dengan 1 volume gas oksigen dan membentuk 2 volume uap air. Pada reaksi ini pembentukan uap air agar reaksi sempurna untuk setiap 2 volume gas hidrogen diperlukan 1 volume gas oksigen.
Kemudian menghasilkan 2 volume uap air. Dari percobaan ini Gay-Lussac mengemukakan teorinya yang terkenal dengan sebutan Hukum Perbandingan Volume, yang berbunyi :
” Pada suhu dan tekanan yang sama, volume pada gas – gas yang bereaksi dan volume pada gas – gas hasil reaksi berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana. “ 
5.Hukum Hipotesis ( Hukum Avogadro, 1811 ) Amedeo Avogadro
Hukum Avogadro di cetuskan oleh seorang ahli fisika Italia yang bernama Amedeo Avogadro pada tahun 1811. Amedeo Avogadro mengemukakan teorinya yang terkenal dengan sebutan Hukum Hipotesis yang berbunyi :
” Bahwa gas – gas yang volumenya sama, jika di ukur dengan suhu dan tekanan yang sama, maka akan memiliki jumlah molekul yang sama pula. “
E. Stoikometri
stoikiometri (/ˌstɔɪkiˈɒmᵻtri/) adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia). Kata ini berasal dari bahasa Yunani kuno στοιχεῖον stoicheion "elemen" dan μέτρον metron "pengukuran. Dalam bahasa Yunani patristik, kata Stoichiometria digunakan Nikephoros untuk merujuk pada jumlah baris dari Perjanjian Baru kanonik dan beberapa Apokrifa.
Stoikiometri didasarkan pada hukum-hukum dasar kimia, yaitu hukum kekekalan massahukum perbandingan tetap, dan hukum perbandingan berganda. Stoikiometri diilustrasikan melalui gambar berikut, dengan persamaan reaksi setara:
CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O.
Di sini, satu molekul metana bereaksi dengan dua molekul gas oksigen untuk menghasilkan satu molekul karbon dioksida dan dua molekul air. Persamaan kimia khusus ini adalah contoh pembakaran sempurna. Stoikiometri mengukur hubungan kuantitatif ini, dan digunakan untuk menentukan jumlah produk dan reaktan yang diproduksi atau dibutuhkan dalam reaksi yang diberikan. Menggambarkan hubungan kuantitatif antara zat-zat ketika mereka berpartisipasi dalam reaksi kimia dikenal sebagai stoikiometri reaksi. Dalam contoh di atas, stoikiometri reaksi mengukur hubungan antara metana dan oksigen ketika mereka bereaksi membentuk karbon dioksida dan air.
Karena hubungan mol yang diketahui dengan massa atom, rasio yang diperoleh dengan stoikiometri dapat digunakan untuk menentukan jumlah massa dalam suatu reaksi yang dijelaskan oleh persamaan yang setimbang. Hal ini disebut sebagai stoikiometri komposisi.
Stoikiometri gas berkaitan dengan reaksi yang melibatkan gas, di mana gas berada pada suhu, tekanan, dan volume yang diketahui dan dapat dianggap gas ideal. Untuk gas, rasio volume idealnya sama dengan hukum gas ideal, tetapi rasio massa dari reaksi tunggal harus dihitung dari massa molekul dari reaktan dan produk. Dalam praktiknya, karena keberadaan isotopmassa molar digunakan sebagai gantinya ketika menghitung rasio massa.

Definisi

Suatu jumlah stoikiometris  atau rasio stoikiometris dari suatu pereaksi adalah jumlah atau rasio optimal di mana, dengan asumsi bahwa reaksi berlangsung sampai selesai:

1. Semua pereaksi dikonsumsi (habis bereaksi)
2. Tidak ada kekurangan pereaksi
3. Tidak ada kelebihan pereaksi (sisa)

Tahap awal stoikiometri

Di awal kimia, aspek kuantitatif perubahan kimia, yakni stoikiometri reaksi kimia, tidak mendapat banyak perhatian. Bahkan saat perhatian telah diberikan, teknik dan alat percobaan tidak menghasilkan hasil yang benar.

Salah satu contoh melibatkan teori flogiston. Flogistonis mencoba menjelaskan fenomena pembakaran dengan istilah “zat dapat terbakar”. Menurut para flogitonis, pembakaran adalah pelepasan zat dapat terbakar (dari zat yang terbakar). Zat ini yang kemudian disebut ”flogiston”. Berdasarkan teori ini, mereka mendefinisikan pembakaran sebagai pelepasan flogiston dari zat terbakar. Perubahan massa kayu bila terbakar cocok dengan baik dengan teori ini. Namun, perubahan massa logam ketika dikalsinasi tidak cocok dengan teori ini. Walaupun demikian flogistonis menerima bahwa kedua proses tersebut pada dasarnya identik. Peningkatan massa logam terkalsinasi adalah merupakan fakta. Flogistonis berusaha menjelaskan anomali ini dengan menyatakan bahwa flogiston bermassa negatif.

Filsuf dari Flanders Jan Baptista van Helmont (1579-1644) melakukan percobaan “willow” yang terkenal. Ia menumbuhkan bibit willow setelah mengukur massa pot bunga dan tanahnya. Karena tidak ada perubahan massa pot bunga dan tanah saat benihnya tumbuh, ia menganggap bahwa massa yang didapatkan hanya karena air yang masuk ke bijih. Ia menyimpulkan bahwa “akar semua materi adalah air”. Berdasarkan pandangan saat ini, hipotesis dan percobaannya jauh dari sempurna, tetapi teorinya adalah contoh yang baik dari sikap aspek kimia kuantitatif yang sedang tumbuh. Helmont mengenali pentingnya stoikiometri, dan jelas mendahului zamannya.

Di akhir abad 18, kimiawan Jerman Jeremias Benjamin Richter (1762-1807) menemukan konsep ekuivalen (dalam istilah kimia modern ekuivalen kimia) dengan pengamatan teliti reaksi asam basa, yakni hubungan kuantitatif antara asam dan basa dalam reaksi penetralan. Ekuivalen Richter, atau yang sekarang disebut ekuivalen kimia, mengindikasikan sejumlah tertentu materi dalam reaksi. Satu ekuivalen dalam netralisasi berkaitan dengan hubungan antara sejumlah asam dan sejumlah basa untuk mentralkannya. Pengetahuan yang tepat tentang ekuivalen sangat penting untuk menghasilkan sabun dan serbuk mesiu yang baik. Jadi, pengetahuan seperti ini sangat penting secara praktis.
Istilah stoikiometri pertama kali digunakan oleh Richter pada tahun 1792 ketika volume pertama Stoichiometry or the Art of Measuring the Chemical Elements karangan Richter diterbitkan.
Pada saat yang sama Lavoisier menetapkan hukum kekekalan massa, dan memberikan dasar konsep ekuivalen dengan percobaannya yang akurat dan kreatif. Jadi, stoikiometri yang menangani aspek kuantitatif reaksi kimia menjadi metodologi dasar kimia. Semua hukum fundamental kimia, dari hukum kekekalan massa, hukum perbandingan tetap sampai hukum reaksi gas semua didasarkan stoikiometri. Hukum-hukum fundamental ini merupakan dasar teori atom, dan secara konsisten dijelaskan dengan teori atom. Namun, menarik untuk dicatat bahwa, konsep ekuivalen digunakan sebelum teori atom dikenalkan.

Mengubah gram ke mol

Stoikiometri tidak hanya digunakan untuk menyeimbangkan persamaan kimia tetapi juga digunakan dalam konversi, misalnya, mengubah dari gram ke mol menggunakan massa molar sebagai faktor konversi, atau dari gram ke mililiter menggunakan kerapatan (densitas). Misalnya, untuk menentukan jumlah NaCl (natrium klorida) dalam 2 gram senyawa.

Dalam contoh di atas, ketika dituliskan dalam bentuk pecahan, satuan gram membentuk identitas multiplikatif, yang setara dengan satu (g/g = 1), dengan jumlah yang dihasilkan dalam mol (unit yang dibutuhkan).

Proporsi molar

Stoikiometri sering digunakan untuk menyeimbangkan persamaan kimia (stoikiometri reaksi). Sebagai contoh, dua gas diatomikhidrogen dan oksigen, dapat bergabung untuk membentuk cairan, air, dalam reaksi eksotermik, seperti dijelaskan oleh persamaan berikut ini:

2 H2 + O2 → 2 H2O

Stoikiometri reaksi menggambarkan perbandingan molekul hidrogen, oksigen, dan air 2: 1: 2 dalam persamaan di atas.

Rasio molar memungkinkan konversi antara satu mol zat dan mol lainnya. Misalnya dalam reaksi

CH3OH + 3 O2 → 2 CO2 + 4 H2O

jumlah air yang akan dihasilkan oleh pembakaran 0.27 mol CH3OH diperoleh dengan menggunakan rasio molar antara CH3OH dan H2O dari 2 menjadi 4


Nahh segitu aja dulu untuk materi Kimia kls 10 Semester 2 K13 nya…..
Jangan lupa untuk dipelajari yaa…..

dan follow my IG untuk : klik here !!!
Suka sastra klik disini
Materi lainnya : ini materi
Deputra pamit…..
----THANK YOU----

Related Posts